. Negatif vs Positif .

Oct 31, 2011 0 their words
Di umur saya yang masih 21 ini memang belum banyak pengalaman (dibandingkan orang-orang dewasa lainnya) yang saya dapatkan. Tapi saya rasa, porsi pengalaman yang sedikit itu berbanding lurus dengan jumlah umur dan kapabilitas saya sebagai manusia, sekarang. Kuantitas pengalaman saya pun tidak bisa dibandingkan dengan yang orang lain miliki, itulah alasan kenapa saya sebutkan kapabilitas. Mungkin orang lain sudah melewati beribu-ribu jalan setapak dengan semak berduri, sedangkan saya berjalan santai sambil sesekali tersandung batu kecil. Atau sebaliknya. Atau sama dengan saya.

Oke, sebelumnya maafkan saya atas sifat mengamat-ngamati saya yang akan mulai saya tuangkan disini.

Cukup banyak mengenal karakter orang akan melatih kita untuk belajar tentang hal baik dan tidak baik, putih dan hitam, benar dan salah, dan POSITIF dan NEGATIF. Kalau saja adam dan hawa tidak memakan buah yang terlarang itu, mungkin kita tidak perlu dipusingkan dengan perbedaan-perbedaan diatas. Karena semua baik, semua putih, semua benar dan semua positif. Oke, berhenti menyalahkan adam dan hawa. 

Darimanakah kita tahu hal negatif? Dari hal positif! Loh? Kenapa? Karena ada hal positif sebagai komparator-nya. Begitu juga dengan hal positif. Coba kita berandai-andai lagi di kasus adam tadi. Semua hal adalah positif, karena kita tidak tahu apa itu hal negatif. Semua homogen. Barulah setelah kejatuhan dosa, tidak ada 1 sosok pun yang pun yang benar-benar "putih". 

Seperti yang pernah saya bilang "everybody have their own dark side, even they often do the good things."

Semua manusia punya sisi hitam dan putih. Termasuk saya. Kamu. Bahkan Mother Teressa yang baik sekalipun. Kecuali Tuhan, walaupun Tuhan adalah Anak Manusia yang hidup (konsep tritunggal). oke, saya tidak punya cukup pengetahuan untuk membahas soal ke-Tuhan-an. skip. Tapi kita semua tahu bahwa sisi negatif itu bisa dikurangi sehingga kita bisa memperbesar ke-positif-an kita.

#Langkah pertama, coba kita List dulu apa saja yang "tidak baik" dari diri kita. Berusahalah untuk tidak 100% subjektif. Terlalu subjektif (dari sudut pandang diri sendiri) akan memancing si EGO keluar dan ujung-ujungnya daftar hal positifmu terkesan lebih panjang. Terlalu objektif (dari sudut pandang orang lain) akan membuat kita tidak punya idealisme sendiri, ujung-ujungnya akan membuat daftar hal negatifmu terlihat lebih panjang. Buktikan. :)
#Langkah kedua, mulai coba perbaiki satu persatu dari daftar hal negatifmu. supaya lebih menarik, berikan reward buat dirimu sendiri setiap kali kamu berhasil untuk mengubah hal negatif jadi positif. bukan untuk setiap 1 perbuatan ya. misalnya: saya ingin mengubah dari pelit menjadi pemurah. lalu besoknya dia traktir temennya yang memang lagi ga ada duit. Trus kasih reward. Kamu harus bisa membiasakan diri dulu dengan hal tersebut.

*Perlu diingat, ini bukan short term project karena proses ini akan sangat lama. Longlife term project.
Hal diatas cuma membantu proses pengembangan diri. Dari kita untuk kita. 

Saya mau sorot khusus kepada 1 pendapat yang mengatakan "Untuk menjadi orang yang baik, bertemanlah dengan orang-orang yang baik" (btw, gue ga mau ngebahas lanjut soal perbedaan baik, benar, dan segala macamnya di kalimat ini. karena gue tahu ada beberapa readers yang menelaah lebih lanjut kata-kata gue. yah, kita samakan anggapan kalau "baik" itu generalisasi dari benar, putih, positif, dll. Deal.. hehe). Menurut saya, hal diatas benar. Mungkin saya bisa kasih opini sebagai tambahan, mungkin maksudnya bisa berkenalan dengan siapa saja (tidak peduli dia dari background apapun), tapi bertemanlah dengan yang baik. Karena teman itu adalah lingkungan. Lingkungan mempengaruhi sistem. Kalau lingkunganmu tidak baik, sedikit banyak kamu akan mengikutinya. Coba ambil contoh gaya orang kota dan gaya orang desa. Pasti berbeda. Yah, kalau orang kota ke desa pun, lama-lama dia akan berperilaku sesuai lingkungannya disana.

Untuk itu, baiknya kita membuka diri terhadap banyak orang, tapi.. pilih temanmu.

Saya sendiri mengakui punya banyak hal negatif. Contoh, saya amat sangat perasa (tapi bukan melankolis). Ini terkadang menyeret saya dalam pikiran-pikiran yang menyalahkan diri sendiri. ujung-ujungnya? Stress. Klise. 

Pembahasan kali ini terinspirasi dari sebuah tweet teman yang dengan denotatif (lihat.. ini denotatif loh.. bukan konotatif..)  menyampaikan kekesalannya terhadap sesuatu yang (saya anggap) sepele. bukan cuma nyindir, tapi disertai tingkah ekstrem yang tak layak dilakukan seorang laki-laki. ngambek, ga mau ngomongan, unfollow sesuka hati, hapus contact BBM, dan lain hal. Sejalan dengan paragraf 2, 3 dan 9, dari hasil pengamatan saya, dia telah melakukan hal yang negatif. Dan semenjak saya mengenalnya pun sangat sedikit ke-positif-an yang dapat saya ambil. Menimbang lebih lanjut, saya menjadi takut terpengaruh. oke, sepertinya kita hanya bisa sebatas berkenalan.

oke. mungkin saya pernah nyinyir (menyindir secara tersirat) beberapa kenalan, yang setelah melalui proses pengamatan (lebih dari) singkat saya, yang memiliki ke-negatif-an (versi saya). Sekali dua kali mungkin masih berputar2 di kepala saya, argumen singkat bermunculan. Setelah berkali-kali melihat ke-negatif-an itu, saya menyindir mereka. Pernah juga benar-benar meyebutkan subjek yang dimaksud, yah.. beberapa teman tahu benar alasan saya melakukan itu untuk pertama kali seumur hidup saya. Seperti bukan diri saya. Dan itu adalah hal negatif lainnya dari saya. Contoh diatas bukan bentuk sindiran, melainkan contoh kasus/pembuktian terhadap paragraf-paragraf diatasnya dan diikuti dengan kesimpulan.

Semoga bertambahnya umur berbanding lurus dengan pertambahan hal positif di dalam diri saya.
Kamu juga ya.. :)

buat para pemakai twitter,

"having a lot of followers IS NOT an achievement."
-novita debora-

0 their words:

Post a Comment

hello, any opinion? feel free to comment :)

 

©Copyright 2011 Cumakatasaya | TNB